Tidak sedikit manusia yang menghalalkan segala cara untuk meraih apa yang mereka inginkan, ketidakjujuran adalah salah satunya. Politikus melalaikan janji-janji kampanye mereka. Aparat penegak hukum merekayasa kasus. Pedagang mengurangi timbangannya. Pacar/pasangan berselingkuh. Online marketer menutupi informasi produk yang ditawarkannya. Masih banyak lagi contoh-contoh sikap dan sifat buruk yang ada pada manusia-manusia pragmatis ini.

Untuk menangkal atau minimal mengurangi efek buruk danri ketidakjujuran ini, dibuatlah sistem pengawasan. Kita mengenal kontrak politik. sebuah surat pernyataan yang ditandatangani oleh politikus untuk mendapatkan dukungan dari konstituennya. Dalam dunia profesional dibuatlah badan pengawasan atau dewan kode etik untuk mengontrol para pelaku profesi agar tetap berada di rel yang benar.

Di dunia nyata, keberadaan badan pengawas ini cukup efektif dalam meminimalisasi kerugian yang ditimbulkan dari aksi ketidakjujuran. Namun, bagaimana memerangi aksi yang sama di dunia maya, khususnya dalam transaksi online? Peluang untuk berlaku tidak jujur dalam transaksi online pun lebih besar, mulai dari ketiadaan tatap muka antara penjual dan pembeli, anonimitas keduanya, hingga account palsu yang mungkin mereka gunakan.

Solusi seperti apakah yang bisa ditawarkan untuk menjaga kejujuran para pelaku transaksi online? Apa urgensi keberadaan solusi tersebut? Adakah konsep pengawasan di dunia nyata yang bisa ditransformasikan ke dalam dunia maya? Mari kita lihat peta persoalan transaksi online di dunia maya dan membandingkannya dengan solusi yang sudah ada di dunia nyata, serta menemukan cara yang paling tepat untuk mengadopsi solusi tersebut.

Peta Persoalan

Akhir-akhir ini, antusiasme netter tanah air berbisnis online patut diacungi jempol, lihat saja Multiply dan Facebook yang sedianya adalah layanan blog dan social networking berubah menjadi ajang memasarkan dagangan. Namun sayang, antusiasme ini juga dimanfaatkan oleh orang-orang pragmatis dengan cara-cara yang tidak jujur.

Tidak jarang kita membaca keluhan pedagang online yang mengeluh karena barang yang telah dikirimkannya belum juga dibayar atau sebaliknya, pembeli yang kadung mentransfer uang, termangu menunggu barang pesanannya tak kunjung datang.

Bila dibiarkan berlarut-larut, masalah ketidakjujuran ini akan membunuh (atau paling tidak) menghambat pertumbuhan ekonomi ritel di dunia maya. Apalagi netter tanah air pernah memiliki catatan hitam untuk urusan ketidakjujuran dalam transaksi online. Ingat kasus diblokirnya kartu kredit Indonesia beberapa waktu silam akibat maraknya aksi carding oleh netter dalam negeri?

Solusi Online Escrow

Karakteristik transaksi online ini sebenarnya mirip dengan perdagangan antar negara, dimana penjual dan pembeli tidak bertemu langsung atau saling mengenal. Dalam proses perdagangan antarnegara, kita mengenal L/C (Letter of Credit). L/C dikeluarkan oleh bank yang ditunjuk importir sebagai jaminan bahwa mereka telah menyetor sejumlah uang yang dibutuhkan dalam sebuah transaksi.

L/C dari bank importir ini dikirimkan ke bank yang ditunjuk eksportir, dan hanya bisa dicairkan bila proses jual-beli telah selesai (importir menerima barang sesuai dengan order/pesanan). Disini, bank yang mengeluarkan L/C bertindak sebagai escrow (pihak penengah antara importir dan eksportir). Pada model pembayaran ini, tidak ada peluang untuk saling menipu antar importir dan eksportir.

Model pembayaran di atas, dengan sedikit penyederhanaan, bisa diadopsi untuk mengakomodasi transaksi ritel online dalam negeri yang kian marak akhir-akhir ini. Caranya dibutuhkan satu layanan online escrow terbuka yang menjadi penengah antara penjual dan pembeli online.

Setiap pelaku transaksi online (baik penjual atau pembeli) memiliki account pada layanan escrow ini. Saat terjadi pemesanan barang, pembeli mentransfer sejumlah uang ke rekening escrow online (seperti halnya pada L/C), dan akan dicairkan ke rekening penjual bila barang yang telah dipesan telah diterima dengan baik oleh pembeli. Sekian persen dari nilai transaksi (tergantung kesepakatan) akan dipotong sebagai biaya escrow.

Layanan escrow online terbuka juga, berarti penjual dan pembeli tidak harus bertemu/bertransaksi di website mereka. Penjual boleh saja membuat website online shop sendiri, dan menempatkannya dimana saja. Pada layanan escrow ini, penjual dan pembeli dapat saling memberikan rating (bisa cendol di Forum Kaskus, atau iTrade di Forum Digital Point) sebagai ukuran tingkat kepercayaan dalam bertransaksi online.

Saat ini telah banyak layanan escrow online, baik di dalam maupun luar negeri, namun masih tertutup untuk komunitas sendiri. Contoh layanan escrow tertutup ini bisa kita temukan di forum-forum komunitas (Forum Jual Beli - FJB di Kaskus) layanan khusus lelang, dan lain-lain.

Bila saja ada pihak yang menangkap peluang untuk membangun layanan escrow online terbuka, yang siapa saja bisa memanfaatkan jasanya tanpa harus menjadi komunitas, tentu akan sangat berarti bagi perkembangan bisnis ritel online di tanah air. Atau, Anda tertarik untuk menangkap peluang ini?

I'm reading: Online EscrowTweet this!

0 komentar